Jumat, 17 April 2020

Pulseless Electrical Activity (PEA) dan Asistol

Pulohealth #15: Skedul Memberi Kuliah Cara Pembacaan EKG — Steemit

Pea 4 rationale 1


PEA merupakan irama jantung yang bukan ventrikel fibrilasi (VF), bukan ventrikel takikardi dan bukan asistol pada pasien tanpa nadi. Bentuk irama PEA dapat berkisar antara irama sinus, berbagai bentuk takikardi atau bradikardi, hingga irama idioventrikuler pada pasien tanpa nadi. Adanya aktifitas listrik di jantung namun tidak ada kontraksi jantung atau curah jantung yang mana hal tesebut dapat menjelaskan mengapa pasien tersebut dalam kondisi tanpa nadi. Jika PEA tidak ditangani akan mengakibatkan terjadinya asistol. Kunci manajemen PEA adalah mengkoreksi penyebab reversibel yang harus anda ketahui. Tanpa adanya penyebab reversibel, PEA, seperti halnya asistol akan memiliki prognosis yang buruk.

Algoritme Asistol / PEA

Pertimbangan penyebab yang reversibel (4H 5T) 
Hipovolemia Tablets (obat – obatan, OD, kecelakaan)
Hidrogen ion – asidosis  Tamponade, cardiac 
Hiper-/hipokalemia  Tension pneumothorax 
Hipotermia Thrombosis, koroner (ACS)
Thrombosis, (Emboli pulmonal)

Pada gambar tersebut menunjukkan algoritme pasien asistol/ PEA. Dari atas dijelaskan, algoritme dimulai dengan bantuan hidup dasar dengan menilai respon, mengaktifasi tim code blue, meminta defibrilator, membuka jalan nafas, menilai nadi dan melakukan kompresi dada. Untuk menghindari keterlambatan mulai kompresi dada, 2 kali nafas bantuan awal dihilangkan dari algoritma.
Pada saat defibrilator telah tersedia, tempelkan lead dan nilai irama dengan segera. Jika monitor menunjukkan asistol, lakukan konfirmasi dengan mengganti monitor irama ke lead lainnya dan hindari sentuhan ke tubuh pasien untuk mencegah terjadinya gerakan artifak. Jika monitor menunjukkan irama yang bukan VT atau VF, dan nadi pasien masih tidak teraba, maka irama yang menyebabkan pasien kolaps adalah PEA. Lanjutkan kompresi dada selama 1 – 2 menit.
Akses intravena harus terpasang dan berikan infus NS. Adrenalin 1 mg IV harus diberikan setelah kompresi dada untuk memastikan obat dapat bersirkulasi. Adrenalin diulang tiap 3 – 5 menit. Atropine dan natrium bikarbonat IV tidak lagi direkomendasikan untuk asistol atau PEA.
Amankan jalan nafas dan respirasi pasien dengan intubasi jika diperlukan, dan berikan dukungan ventilasi tekanan positif. Percobaan intubasi seharusnya tidak mengganggu kompresi dada. 
Setelah RJP selama 1 – 2 menit, nilai kembali irama. Jika masih asistol atau PEA, ulangi tindakan di atas. Jika terdapat perubahan pada irama, cek nadi dan segera berikan respon. 
Keputusan penghentian resusitasi tergantung pada protokol rumah sakit lokal.  

Catatan: 
- Defibrilasi TIDAK diindikasikan pada manajemen PEA atau asistol. 
- Pemimpin tim mencari penyebab reversibel PEA (5H dan 5T). 5 H adalah hipovolemia, hipoksia, asidosis, hiper dan hipokalemia, dan hipotermia. 5T adalah : tablets, tamponade, tension pneumothorax, sindrome koroner akut, dan emboli pulmonal. 

Pada asistol tidak ditemukan gambar irama EKG. Asistol primer disebabkan karena iskemia atau degenerasi nodus sinoatrial atau sistem konduksi AV. Refleks bradysistol/asistol dapat merupakan akibat operasi mata, blok retrobulbar, trauma mata, sindrom hipersensitif sinus carotid atau neuralgia glossopharyngeal.. Sedangkan asistol sekunder muncul ketika faktor dari luar menyebabkan kegagalan depolarisasi internal jantung. Kadang keadaan asistol mengikuti kondisi Ventricular Fibrilasi (VF) yang tidak mendapatkan defibrilasi atau kegagalan dalam defibrilasi.  
Sedangkan kondisi Pulseless Electrical Activity (PEA), muncul gambar irama gelombang pada EKG, tapi tak ada nadi yang teraba. Penyebab potensial PEA antara lain: emboli paru, infark miokard, asidosis, tension pneumothorax, hiper/hipokalemia, tamponade jantung, hipovolemia, hipoksia, hipotermia, overdosis obat (antidepresan, beta-blocker, calcium chanel-blocker, digoxin). PEA sering disebabkan oleh kondisi reversible dan dapat ditangani bila kondisi ini dapat diidentifikasi dan terkoreksi.
Penanganan asistol dan PEA tidak berhasil dengan defibrilasi. Fokus penanganan adalah dengan melakukan resusitasi jantung dna paru dengan interupsi minimal dan untuk mengidentifikasi penyebab reversible yang dapat menjadi faktor penyebab komplikasi lebih lengkap.
Penanganan cardiac arrest yang disebabkan oleh asistol dan PEA dapat dilihat dalam algoritma di bawah ini:
Algoritma Penatalaksanaan Asistole

Algoritma Penatalaksanaan PEA

Terapi spesifik 
Kunci terapi spesifik pada kasus ini adalah riwayat penyakit, anamnesis kejadian yang mengarah ke henti jantung, pemeriksaan fisik, EKG dan kadang hasil laboratorium. 
Sebagai contoh, apakah pasien yang pucat mengalami perdarahan dari saluran cerna atau akibat robekan pada aorta atau luka intra abdominal yang mengakibatkan hipovolemia dan henti jantung? Resusitasi cairan diperlukan pada keadaan tersebut. Apakah pasien tersebut mengalami distres pernapasan berat dan hipoksia yang memerlukan ventilasi penyelamatan atau intubasi? Apakah pasien KAD atau gagal ginjal asidotik memerlukan natrium bikarbonat? Jika didapatkan hipokalemia atau hiperkalemia, lakukan koreksi secara agresif. Hipotermia kadang terlihat pada pasien tenggelam. Resusitasi dan penghangatan kembali harus dilanjutkan hingga suhu basal tubuh lebih dari 35 derajat celsius sebelum resusitasi dihentikan.
Di Singapura, overdosis obat yang paling sering mengakibatkan PEA adalah antidepresan trisiklik dan zat golongan organofosfat. Selain RJP, berikan antidot yang sesuai jika tersedia. Di Indonesia belum ada data khusus terkait hal ini. 
Tamponade jantung dapat dijumpai pada pasien dengan luka tusuk pada dada kiri dan juga pasien dengan efusi perikardial yang maligna. Perikardiosentesis dapat menyelamatkan nyawa pasien. 
Tension pneumothorax dapat dijumpai pada pasien trauma dan non trauma. Pada pasien trauma, cedera dada bagian luar, fraktur costa, dan flail chest adalah kelainan penyerta pada tension pneumothorax. Pada pasien non trauma, skenario klasiknya adalah desaturasi, hipotensi, dan kesulitan bagging pada pasien PPOK atau asma yang terintubasi. Ingat: setelah intubasi pasien, adanya desaturasi yang tidak dapat dijelaskan dan adanya hipotensi, harus dipikirkan kemungkinan terjadinya pneumothorax. Needle thoracotomy pada intercostal space (ICS) 2 dapat membantu meringankan tension pneumothorax. Jika kecurigaan klinik tension pneumothorax sangat kuat dan needle decompression tidak dapat memberikan perbaikan, pasang chest tube segera karena mungkin jarum tersebut tidak dapat mencapai pneumothorax. 
Jika PEA disebabkan oleh emboli pulmonal akut, selain RJP, peran trombolitik masih tidak jelas dan penelitian lebih lanjut mungkin dapat mengubah manajemen terapi. Jika sirkulasi spontan kembali setelah PEA yang diakibatkan sindrom koroner akut, terapi revaskularisasi harus segera dikerjakan dengan modalitas PCI (percutaneous coronary intervention).
Kunci manajemen PEA dan asistol adalah mencari dan mengkoreksi penyebab yang reversibel. Kompresi dada yang berkualitas sangatlah penting, keterlambatan dan interupsi pada kompresi dada oleh karena intervensi lainnya harus diminimalkan. 


Rabu, 15 April 2020

KESEHATAN MENTAL DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Mental illness and Islam | uleadme's Blog


Stigma merupakan sebuah fenomena sosial tentang sikap masyarakat terhadap individu yang mengalami gangguan jiwa serta menunjukkan abnormalitas pada pola perilakunya, serta dipandang memiliki identitas sosial yang menyimpang, sehingga membuat masyarakat tidak dapat menerima sepenuhnya. Akibatnya, sikap masyarakat menjadi cenderung mendeskreditkan dan diskriminatif.
Stigma yang paling umum terjadi, ditimbulkan oleh pandangan sebagian masyarakat yang mengidentikkan gangguan jiwa dengan “orang gila”. Oleh karena gejala-gejala yang dianggap aneh dan berbeda dengan orang normal, masih banyak orang yang menanggapi penderita gangguan jiwa, (khususnya gangguan jiwa akut seperti psikosis dan skizofrenia) dengan perasaan takut, jijik, dan menganggap mereka berbahaya.

KONSEP GANGGUAN JIWA
Pengertian
Konsep gangguan jiwa dari the Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM)-IV (yang merupakan rujukan dari PPDGJ-III)16: gangguan jiwa dikonseptualisasikan secara klinis sebagai sindrom psikologis atau pola perilaku yang terdapat pada seorang individu dan diasosiasikan dengan distress (misalnya simptom yang menyakitkan) atau disabilitas (yakni, hendaya di dalam satu atau lebih wilayah fungsi yang penting) atau diasosiasikan dengan resiko mengalami kematian, penderitaan, disabilitas, atau kehilangan kebebasan diri yang penting sifatnya, yang meningkat secara signifikan.
Menurut American Psychiatric Association atau APA mendefinisikan gangguan jiwa pola perilaku/ sindrom, psikologis secara klinik terjadi pada individu berkaitan dengan distres yang dialami, misalnya gejala menyakitkan, ketunadayaan dalam hambatan arah fungsi lebih penting dengan peningkatan resiko kematian, penderitaan, nyeri, kehilangan kebebasan yang penting dan ketunadayaan (O’Brien, 2014).
Gangguan jiwa adalah bentuk dari manifestasi penyimpangan perilaku akibat distorsi emosi sehingga ditemukan tingkah laku dalam ketidak wajaran. Hal tersebut dapat terjadi karena semua fungsi kejiwaan menurun (Nasir, Abdul & Muhith, 2011).
Menurut Videbeck dalam Nasir, (2011) mengatakan bahwa kriteria umum gangguan adalah sebagai berikut :
a. Tidak puas hidup di dunia.
b. Ketidak puasan dengan karakteristik, kemampuan dan prestasi diri.
c. Koping yang tidak afektif dengan peristiwa kehidupan.
d. Tidak terjadi pertumbuhan personal.
Menurut Keliat dkk dalam Prabowo, (2014) mengatakan ada juga ciri dari gangguan jiwa yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
a. Mengurung diri.
b. Tidak kenal orang lain.
c. Marah tanpa sebab.
d. Bicara kacau.
e. Tidak mampu merawat diri.

Penyebab

Gejala yang paling utama pada gangguan jiwa terdapat pada unsur kejiwaan, biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi terdapat beberapa penyebab dari beragai unsur yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan yang sering disebut dengan multicausa.
Menurut Suryani (2013), penyebab gangguan jiwa dapat dibedakan atas :



1. Pengalaman Traumatis

Sebuah survey yang dilakukan oleh Whitfield, Dubeb, Felitti, and Anda (2005) di San Diego, Amerika Serikat selama 4 tahun terhadap 50,000 pasien psychosis menemukan sebanyak 64% dari responden pernah mengalami trauma waktu mereka kecil (sexual abuse, physical abuse, emotional abuse, and substance abuse). Penelitian lain yang dilakukan oleh Hardy et al. (2005) di UK terhadap 75 pasien psychosis menemukan bahwa ada hubungan antara kejadian halusinasi dengan pengalaman trauma. 30,6% mereka yang mengalami halusinasi pernah mengalami trauma waktu masa kecil mereka.

2. Biologi

a. Faktor Genetik
Hingga saat ini belum ditemukan adanya gen tertentu yang menyebabkan terjadinya gangguan jiwa. Akan tetapi telah ditemukan adanya variasi dari multiple gen yang telah berkontribusi pada terganggunya fungsi otak (Mohr, 2003). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh National Institute of Health di Amerika serikat telah menemukan adanya variasi genetik pada 33000 pasien dgn diagnosa skizofrenia, Autis, ADHD, bipolar disorder dan mayor deppressive disorder. (NIH, USA, 2013). Penelitian tersebut menemukan bahwa Variasi CACNA1C dan CACNB2 diketahui telah mempengaruhi circuitry yang meliputi memori, perhatian, cara berpikir dan emosi (NIH, USA, 2013). Disamping itu juga telah ditemukan bahwa dari orang tua dan anak dapat menurunkan sebesar 10%. Dari keponakan atau cucu sebesar 2 – 4 % dan saudara kembar identik sebesar 48 %.

b. Faktor sturktur dan fungsi otak

Menurut Frisch & Frisch (2011), Hipoaktifitas lobus frontal telah menyebabkan afek menjadi tumpul, isolasi sosial dan apati. Sedangkan gangguan pada lobus temporal telah ditemukan terkait dengan munculnya waham, halusinasi dan ketidak mampuan mengenal objek atau wajah. Gangguan prefrontal pada pasien skizofrenia berhubungan dengan terjadinya gejala negatif seperti apati, afek tumpul serta miskin nya ide dan pembicaraan. Sedangkan pada bipolar disorder, gangguan profrontal telah menyebabkan munculnya episode depresi, perasaan tidak bertenaga dan sedih serta menurunnya kemampuan kognitif dan konsentrasi. Dsifungsi sistim limbik berkaitan erat dengan terjadinya waham , halusinasi, serta gangguan emosi dan perilaku. Penelitian terbaru menemukan penyebab AH adanya perubahan struktur dalam sirkuit syaraf yaitu adanya kerusakan dalam auditory spatial perception (Hunter et all,2010).

c. Faktor Neurotransmitter 

Menurut Frisch & Frisch (2011), Neurotransmiter adalah senyawa organik endogenus membawa sinyal di antara neuron. Neurotransmitter terdiri dari:
• Dopamin: berfungsi membantu otak mengatasi depresi, meningkatkan ingatan dan meningkatkan kewaspadaan mental.
• Serotonin: pengaturan tidur, persepsi nyeri, mengatur status mood dan temperatur tubuh serta berperan dalam perilaku aggresi atau marah dan libido
• Norepinefrin: Fungsi Utama adalah mengatur fungsi kesiagaan, pusat perhatian dan orientasi; mengatur “fight-flight”dan proses pembelajaran dan memory
• Asetilkolin: mempengaruhi kesiagaan, kewaspadaan, dan pemusatan perhatian
• Glutamat: pengaturan kemampuan memori dan memelihara fungsi automatic

3. Faktor Psikoedukasi

Faktor ini juga tidak kalah pentingnya dalam kontribusinya terhadap terjadinya gangguan jiwa. Sebuah penelitian di Jawa yang dilakukan oleh Pebrianti, Wijayanti, dan Munjiati (2009) menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tipe pola asuh keluarga dengan kejadian Skizofrenia. Sekitar 69 % dari responden (penderita skizofrenia) diasuh dengan pola otoriter, dan sekitar 16,7 % diasuh dengan pola permissive.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Erlina, Soewadi dan Pramono si Sumatra Barat tentang determinan faktor timbulnya skizofrenia menemukan bahwa pola asuh keluarga patogenik mempunyai risiko 4,5 kali untuk mengalami gangguan jiwa skizofrenia dibandingkan dengan pola asuh keluarga tidak patogenik. Adapun yang mereka maksud dengan pola suh patogenik tersebut antara lain:
1) Melindungi anak secara berlebihan karena memanjakannya
2) Melindungi anak secara berlebihan karena sikap “berkuasa” dan “harus tunduk saja”
3) Sikap penolakan terhadap kehadiran si anak (rejected child)
4) Menentukan norma-norma etika dan moral yang terlalu tinggi
5) Penanaman disiplin yang terlalu keras
6) Penetapan aturan yang tidak teratur atau yang bertentangan
7) Adanya perselisihan dan pertengkaran antara kedua orang tua
8) Perceraian
9) Persaingan dengan sibling yang tidak sehat
10) Nilai-nilai yang buruk (yang tidak bermoral)
11) Perfeksionisme dan ambisi (cita-cita yang terlalu tinggi bagi si anak)
12) Ayah dan atau ibu mengalami gangguan jiwa (psikotik atau non-psikotik)

Berkaitan dengan penelantaran anak, sebuah penelitian yang telah dilakukan oleh Schafer et al (2007) pada 30 pasien wanita dengan skizofrenia, menemukan adanya korelasi yang bermakna antara anak-anak yang ditelantarkan baik secara fisik maupun mental dengan gangguan jiwa. Pada analisis multivariabel, Schafer menemukan bahwa mereka yang mempunyai status ekonomi rendah berisiko 7,4 kali untuk menderita ganguan jiwa skizofrenia dibanding dengan mereka yang mempunyai status ekonomi tinggi . Artinya mereka dari kelompok ekonomi rendah kemungkinan mempunyai risiko 7,4 kali lebih besar mengalami kejadian skizofrenia dibandingkan mereka yang dari kelompok ekonomi tinggi.


4. Faktor Koping

Menurut Lazarus (2006), Ketika individu mengalami masalah, secara umum ada dua strategi koping yang biasanya digunakan oleh individu tersebut, yaitu:
• Problem-solving focused coping, dimana individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stres
• Emotion-focused coping, dimana individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan timbul akibat suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan.
Individu yang menggunakan problem–solving focused coping cenderung berorientasi pada pemecahan masalah yang dialaminya sehingga bisa terhindar dari stres yang berkepanjangan sebaliknya individu yang senantiasa menggunakan emotion-focused coping cenderung berfokus pada ego mereka sehingga masalah yang dihadapi tidak pernah ada pemecahannya yang membuat mereka mengalami stres yang berkepanjangan bahkan akhirnya bisa jatuh kekeadaan gangguan jiwa berat.

5. Stres Psikososial

Faktor stressor psikososial juga turut berkontribusi terhadap terjadinya gangguan jiwa. Seberapa berat stressor yang dialami seseorang sangat mempengaruhi respon dan koping mereka. Seseorang mengalami stressor yang berat seperti kehilangan suami tentunya berbeda dengan seseorang yang hanya mengalami strssor ringan seperti terkena macet dijalan. Banyaknya stressor dan seringnya mengalami sebuah stressor juga mempengaruhi respon dan koping. Seseorang yang mengalami banyak masalah tentu berbeda dengan seseorang yang tidak punya banyak masalah.

6. Pemahaman dan keyakinan agama

 Pemahaman dan keyakinan agama ternyata juga berkontribusi terhadap kejadian gangguan jiwa. Beberapa penelitian telah membuktikan adanya hubungan ini. Sebuah penelitian ethnografi yang dilakukan oleh Saptandari (2001) di Jawa tengah melaporkan bahwa lemahnya iman dan kurangnya ibadah dalam kehidupan sehari – hari berhubungan dengan kejadian gangguan jiwa. Penelitian saya di tahun 2011 juga telah menemukan adanya hubungan antara kekuatan iman dengan kejadian gangguan jiwa. Pada pasien yang mengalami halusinasi pendengaran, halusinasinya tidak muncul kalau kondisi keimanan mereka kuat (Suryani, 2011).

STIGMA GANGGUAN JIWA

Stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan gangguan mental merupakan masalah global dan cukup penting bagi kesehatan masyarakat. Rendahnya tingkat pengetahuan, sikap stigma dan perilaku diskriminatif berdampak pada individu dan orang-orang terdekat dalam mencari bantuan (Thornicroft, 2008; Patel et al., 2010).
Stigma adalah istilah yang kompleks dan merupakan proses stereotip serta merugikan keseluruhan. Stereotip merupakan hasil pemahaman yang muncul dari melihat suatu tanda khas atau karakteristik dari kelompok sosial, misal orang dengan dengan pakaian putih-putih yang ada di rumah sakit berarti dia perawat. Stereotip berbeda dengan prasangka.
Stigma pada penderita gangguan mental merupakan konstruksi kognitif-perilaku (Crocker, Mayor, & Steele, 1998 dalam Corrigan, PsyD & Wassel, 2008) dimana dalam model ini menyampaikan bahwa proses perilaku manusia dalam tiga bagian: yaitu 1) isyarat situasional atau sinyal yang muncul sebagai indikasi terhadap respon perilaku, 2) apabila masuk akal sinyal tersebut akan masuk ke dalam pemahaman seseorang terhadap penderita gangguan jiwa, 3) perilaku terhadap kondisi tersebut.
Stigma masyarakat terhadap penderita gangguan mental mempunyai dampak negatif seperti dikucilkan dari masyarakat, diskriminasi untuk mendapatkan pekerjaan (Corbiere et al., 2011; Corrigan dan Shapiro, 2010) sehingga dapat menyebabkan pengobatan tidak adekuat dan mengurangi kebebasan (Corrigan dan Shapiro, 2010; ElBadri dan Mellsop, 2007) serta menghambat sosialisasi pada masyarakat (Farinal, 1998 dalam Aslhey & Randy, 2013).  
Perspektif masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa menegaskan adanya penarikan sosial dan penolakan dimana identitas dan perilaku individu dibentuk oleh konsepsi budaya penyakit mental (Link, 1982 dalam Perry, 2011) sehingga orang-orang yang mempunyai hubungan dengan penderita berusaha untuk mengatasi diskriminasi  dan untuk menghilangkan status yang berhubungan dengan identitas baru mereka dengan menjaga kerahasiaan menarik diri dari sosial (Link et al., 1989 dalam Perry, 2011). Mojtabai (2010) menyampaikan bahwa hidup di suatu daerah dengan sikap stigma yang tinggi dapat mempengaruhi sikap individu terhadap orang dengan masalah kesehatan mental.

Penyebab munculnya stigma

Dari beberapa pendapat para ahli kesehatan mental, faktor utama yang menjadi sebab terjadinya stigma gangguan jiwa antara lain adalah sebagai berikut: 
1. Adanya miskonsepsi mengenai gangguan jiwa karenanya kurangnya pemahaman mengenai gangguan jiwa, sehingga muncul anggapan bahwa gangguan jiwa identik dengan ’gila’
2. Adanya prediklesi secara psikologis sebagian masyarakat untuk percaya pada hal-hal gaib, sehingga ada asumsi bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh hal-hal yang bersifat supranatural, seperti mahluk halus, setan, roh jahat, atau akibat terkena pengaruh sihir. 

KESEHATAN JIWA DALAM ISLAM

Agama tampaknya memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Pengingkaran manusia terhadap agama mungkin karena faktor-faktor tertentu baik yang disebabkan oleh kepribadian maupun lingkungan masing-masing. Namun untuk menutupi atau meniadakan sama sekali dorongan dan rasa keagamaan kelihatannya sulit dilakukan, hal ini Karena manusia ternyata memiliki unsur batin yang cenderung mendorongnya untuk tunduk kepada Zat yang gaib, ketundukan ini merupakan bagian dari faktor intern manusia dalam psikologi kepribadian dinamakan pribadi (self) ataupun hati nurani (conscience of man). Fitrah manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT ialah manusia diciptakan mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid.
Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka tidak wajar, mereka tidak beragama tauhid itu hanya karena pengaruh lingkungan, seperti yang ada dalam (QS Ar Ruum 30:30) yang Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. fitrah Allah dalam ayat ini maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid.
Agama sebagai terapi kesehatan mental dalam islam sudah ditunjukkan secara jelas dalam ayat-ayat Al-Quran, di antaranya yang membahas tentang ketenangan dan kebahagiaan adalah (QS An Nahl 16:97) yang Artinya : “Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan” Ditekankan dalam ayat ini bahwa laki-laki dan perempuan dalam Islam mendapat pahala yang sama dan bahwa amal saleh harus disertai iman. 
(QS Ar Ra’ad 13:28) yang Artinya “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”
Ketika manusia melupakan Sang Maha Pencipta dan kehilangan God view-nya, kehidupan jadi hampa. Menjauhkan diri dari Sang Pencipta, berarti mengosongkan diri dari nilainilai imani. Sungguh merupakan “kerugian” terbesar bagi manusia selaku makhluk berdimensi spiritual. “Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mendapat petunjuk.” (QS 2:16). “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram.” (QS 13:28).
Ajaran Islam memberikan tuntunan kepada manusia dalam menghadapi cobaan dan mengatasi kesulitan hidupnya, seperti dengan cara sabar dan shalat, dalam firman Allah Swt dalam al-Qur`an yang menegaskan sebagai berikut: "Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orangorang yang sabar ". (QS Al Baqarah ayat 153). Pada umumnya sabar sering diartikan sebagai keteguhan hati dalam menghadapi cobaan dan kesulitan, serta keuletan menghadapi cita-cita. 
Ajaran Islam mengajarkan, penghayatan nilai-nilai ketakwaan dan keteladanan yang diberikan Nabi Muhammad SAW. Ajaran Islam memberikan tuntunan kepada akal agar benar dalam berpikir melalui bimbingan wahyu (kitab suci AlQur'an al Karim).
Islam beserta seluruh petunjuk yang ada yang ada di dalam al-Qur’an merupakan obat bagi jiwa atau penyembuh segala penyakit hati yang terdapat dalam diri manusia (rohani). Firman Allah Swt dalam surat Yunus 57). "Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu nasihat (agama) dari Tuhanmu sebagai penyembuh bagi penyakit yang ada di dalam, dada (rohani), sebagai petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman".
Peranan agama Islam dapat membantu manusia dalam mengobati jiwanya dan mencegahnya dari gangguan kejiwaan serta membina kodisi kesehatan mental. Dengan menghayati dan mengamalkan ajaranajaran Islam manusia dapat memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan dalam hidup di dunia maupun akherat. 

Secara konseptual, kesehatan mental sebagai gambaran kondisi normal-sehat memiliki definisi yang beragam. hal dikarenakan, setiap ahli memiliki orientasi yang berbeda-beda dalam merumuskan kesehatan mental. 

Prof. Dr. Zakiah Daradjat (1985) 3 , mendefinisikan kesehatan mental dengan beberapa pengertian:
1. Terhindarnya orang dari gejala-gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala gejala penyakit jiwa (psychose). 
2. Kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan di mana ia hidup. 
3. Pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada kebahagiaan diri dan orang lain; serta terhindar dari gangguan-gangguan dan penyakit jiwa. 
4. Terwujudnya keharmonisan yang sungguh sungguh antara fungsi fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem biasa yang terjadi, dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya.

Menurut Zakiah Daradjat, di balik keberagaman tersebut, ada empat rumusan kesehatan jiwa yang lazim dianut oleh para ahli, yakni rumusan kesehatan mental yang berorientasi pada simtomatis, penyesuaian diri, pengembangan potensi, dan agama/kerohanian. 

Di dalam pandangan Islam, kesehatan mental merupakan suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik ( biologic), intelektual (rasio/cognitive), emosional (affective) dan spiritual (agama) yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain. Makna kesehatan mental mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi) dan memperhatikan semua segi-segi dalam kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Tuhan (vertikal), dan sesama manusia (horisontal) dan lingkungan alam.
Dihubungkan dengan pengertian Islam bahwa kesehatan mental dari sisi perspektif Islam merupakan suatu kemampuan diri individu dalam mengelola terwujudnya keserasian antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian dengan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan sekitarnya secara dinamis berdasarkan Al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai pedoman hidup menuju ke kebahagiaan dunia dan akhirat.
Islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Allah kepada manusia melalui Nabi Muhamad Saw sangat sarat nilai dan bukan hanya mengenai satu segi, namun mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia, sebagaimana yang terkandung di dalam al-Qur’an. 
Dalam paradigma al-Qur’an, terdapat banyak sekali ayat-ayat yang membicarakan tentang kesehatan, baik itu dari segi fisik, kejiwaan, sosial dan kerohanian. Ayat-ayat ini terdiri dari dua bagian, yakni:
1. Konsep-konsep yang merujuk kepada pengertian normatif yang khusus, doktirndoktrin etik. Dalam bagian pertama ini, kita mengenal banyak sekali konsep mengenai kesehatan, baik yang bersifat abstrak maupun yang kongkrit. Konsep yang abstrak di antaranya adalah konsep kondisi jiwa (psikologis), perasaan (em osi), akal dan lain sebagainya. Sementara konsep yang konkrit mengenai pola kepribadian manusia (personality), seperti pola kepribadian yang beriman, pola kepribadian munafik, dan pola kepribadian kafir. 
2. Ayat-ayat yang berisi tentang sejarah dan amsal-amsal (perumpamaan). Seperti kisah di dalam mengenai kesabaran Nabi Ayyub dalam m enghadapi ujian yang di timpakan oleh Allah berupa penyakit. Kisah ini tertuang dalam QS. al-Anbiyya’ (21) ayat 83-84 berikut ini: Artinya: ”Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: ”(Ya Tuhanku), Sesungguhnya Aku Telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua penyayang. Maka kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.” 

Konsep kesehatan mental atau altibb al-ruhani pertama kali diperkenalkan dunia kedokteran Islam oleh seorang dokter dari Persia bernama Abu Zayd Ahmed ibnu Sahl al-Balkhi (850-934). Dalam kitabnya berjudul Masalih al-Abdan wa alAnfus (Makanan untuk Tubuh dan Jiwa), al-Balkhi berhasil menghubungkan penyakit antara tubuh dan jiwa. Ia biasa menggunakan istilah al-Tibb al-Ruhani untuk menjelaskan kesehatan spritual dan kesehatan psikologi. Sedangkan untuk kesehatan mental dia kerap menggunakan istilah Tibb al-Qalb.

Menurut al-Balkhi, badan dan jiwa bisa sehat dan bisa pula sakit. Inilah yang disebut keseimbangan dan ketidakseimbangan.Ketidakseimbangn dalam tubuh dapat menyebabkan demam, sakit kepala, dan rasa sakit dibadan. Sedangkan, ketidakseimbangan dalam jiwa dapat mencipatakan kemarahan, kegelisahan, kesedihan, dan gejala-gejala yang berhubungan dengan kejiwaan lainnya.
Selain al-Balkhi, peradaban Islam juga memiliki dokter kejiwaan bernama Ali ibnu Sahl Rabban alTabari. Lewat kitab Firdous alHikmah yang ditulisnya pada abad ke9M, dia telah mengembangkan psikoterapi untuk menyembuhkan pasien yang mengalami gangguan jiwa. Al-Tabari menekankan kuatnya hubungan antara psikologi dengan kedokteran. Al-Tabari menjelaskan, pasien kerap kali mengalami sakit karena imajinasi atau keyakinan yang sesat. Untuk mengobatinya, kata alTabari, dapat dilakukan melalui ''konseling bijak''. Terapi ini bisa dilakukan oleh seorang dokter yang cerdas dan punya humor yang tinggi. Caranya dengan membangkitkan kembali kepercayaan diri pasiennya.
Pemikir Muslim lainnya yang turut menyumbangkan pemikirannya untuk pengobatan penyakit kejiwaan adalah Al-Farabi. Ilmuwan termasyhur ini secara khusus menulis risalah terkait psikologi sosial dan berhubungan dengan studi kesadaran. Ibnu Zuhr, alias Avenzoar juga telah berhasil mengungkap penyakit syaraf secara akurat. Ibnu Zuhr juga telah memberi sumbangan yang berarti bagi neuropharmakology modern.  

Menurut Muhammad Mahmud, ada sembilan ciri atau karakteristik mental yang sehat, yakni: 

1. Kemapanan (al-sakinah), ketenangan (ath-thuma’ninah) dan rileks (ar-rahah) batin dalam menjalankan kewajiban, baik terhadap dirinya, masyarakat maupun Tuhan. 
2. Memadai (al-kifayah) dalam beraktivitas). 
3. Menerima keadaannya dirinya dan keadaan orang lain. 
4. Adanya kemampuan untuk menjaga diri. 
5. Kemampuan untuk memikul tanggung jawab, baik tanggung jawab keluarga, sosial, maupun agama. 
6. Memiliki kemampuan untuk berkorban dan menebus kesalahan yang diperbuat. 
7. Kemampuan individu untuk membentuk hubungan sosial yang baik yang dilandasi sikap saling percaya dan saling mengisi. 
8. Memiliki keinginan yang realistik, sehingga dapat diraih secara baik. 
9. Adanya rasa kepuasan, kegembiraan (al-farh atau al -surur) dan kebahagiaan (al-sa’adah) dan menyikapi atau menerima nikmat yang diperoleh.   

Sumber:


Al-Quran Terjemahan. 2015. Departemen Agama RI. Bandung: CV Darus Sunnah.
American Psychiatric Association. (2000). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Fourth Edition Text Revision, DSM-IVTR. Arlington, VA: American Psychiatric Association.
Aslhey & Randy, (2013). The impact of stigma of mental illness in a canadian
community: a survey of patients experiences. Community Mental Health Journal
49.1 : 127-32.
Corbière, M., Zaniboni, S., Lecomte, T., Bond, G., Gilles, P. Y., Lesage, A., &
Goldner, E. (2011). Job acquisition for people with severe mental illness enrolled in

supported employment programs: A theoretically grounded empirical study.
Journal of occupational rehabilitation, 21(3), 342-354.
Corrigan, P. W., & Shapiro, J. R. (2010). Measuring the impact of programs that
challenge the public stigma of mental illness. Clinical Psychology Review, 30(8),
907-922.
Corrigan, P. W., PsyD, & Wassel, A., B.A. (2008). Understanding and influencing
the stigma of mental illness. Journal of Psychosocial Nursing & Mental Health
Services, 46(1), 42-8.
El-Badri, S., & Mellsop, G. (2007). Stigma and quality of life as experienced by
people with mental illness. Australian Psychiatry, 15(3), 195–200.
Frisch N., & Frisch A. (2011). Psychiatric mental health nursing. 4 ed. Australia: Delmar CENGAGE learning.Hawari, Dadang.2001. Manajemen Strees, Cemas, dan Depresi. Jakarta : Gaya Baru.
Hardy, A., Fowler, D., Freeman, D., Smith, B., Steel, S., Evans, J., Garety, … Dunn, G. (2005). Trauma and Hallucinatory Experience in Psychosis. Journal of Nervous & Mental Disease, 193, 501–507
Hunter, Eickhoff, Pheasant, Douglas, Watts , et al. (2010) The state of tranquility: Subjective perception is shaped by contextual modulation of auditory connectivity. Neuro Image 53: 611–618.
Lazarus, Richard S., & Folkman, Susan. 2006. Stress, Appraisal, and Coping. New York: Springer Publishing Company
Mohr WK. (2003) Adverse Effect Associated with Physical Restraint, Can J Psychiatry, Vol 48,No 5.
Mojtabai, R. (2010). Mental illness stigma and willingness to seek mental health
care in the European Union. Social psychiatry and psychiatric epidemiology, 45(7),
705-712.
National Institute of health (NIH), USA (2013) Common Genetic Factors Found in 5 Mental Disorders,
O’Brien, G. P., Kennedy, Z. W., & Ballard, A. K. (2014). Keperawatan Kesehatan Jiwa Psikiatrik. Jakarta: EGC.
Patel, M Maj, AJ Flisher, MJ DE Silva, M Koschorke, M Prince (2010). Reducing
the treatment gap for mental disorders: a WPA survey. World Psychiatry 9, 169-
176.
Pebrianti, S., Wijayanti, R., dan Munjiati (2009). Hubungan tipe pola asuh keluarga dengan kejadian skizofrenia. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 4 (1)
Perry, B. L. (2011). The labeling paradox: Stigma, the sick role, and social
networks in mental illness. Journal of Health and Social Behavior, 52(4), 460-77.
Prabowo, E. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta : Nuha Medika
Schaffer et al.(2007). Pencegahan Infeksi dan Praktik Yang Aman. Jakarta: EGC.
Suryani (2013). Mengenal gejala dan penyebab gangguan jiwa.
Thornicroft (2008). Stigma and discrimination limit access to mental health care.
Epidemiologia e Psichiatria Sociale 17, 14-19
Zakiah Drajat, Kesehatan mental, (Jakarta: Gunung Agung,1985)

Jumat, 10 April 2020

Pengobatan dalam Islam

Bekam Ruqyah Indonesia

Di antara keistimewaan pengobatan dalam Islam, sesungguhnya ia mengumpulkan antara pengobatan secara alami (medis) dengan al-ilaju ar- rabbani wa an-nabawi (pengobatan secara keTuhanan dan Nabi) dalam bentuk yang lembut dan realistis, jauh dari prasangka, tahayyul dan mantera.
Dua metode di atas, yaitu pengobatan secara medis dan keTuhanan itu berdasarkan dasar-dasar kaidah dan definisi yang jelas.

Pengobatan yang dilakukan secara islami antara lain:
RUQYAH SYARI'AH
Menurut istilah, makna kalimat ruqyah adalah lafaz-lafal khusus yang setelah lafaz-lafaz tersebut dibacakan ke orang yang sakit, maka penyakitnya sembuh. Hal ini jika lafaz-lafaz tersebut doa-doa yang digunakan untuk mengobati penyakit. Ruqyah syar’iyah yakni ruqyah dengan ta’awudz dan lainnya berupa asma Allah. Apabila yang membaca ruqyah adalah orang yang berlisan baik, maka insya Allah akan mewujudkan kesembuhan. 
Ruqyah ini adalah ruqyah yang lepas dari kesyirikan, sebagaimana yang dijelaskan para ulama berdasarkan hadits Auf bin Malik r.a. yang meriwayatkan, Kami melakukan ruqyah pada masa Jahiliah, lalu kami bertanya, ‘Ya Rasulullah! Bagaimana pendapatmu tentang itu?’ Beliau menjawab:
“Coba bacakan kepadaku ruqiahmu, tidak mengapa ruqiah selama ia tidak mengandung syirik” (HR. Bukhari dan Muslim).
Nabi Saw. Melakukan ruqiyah, minta dibacakan ruqyah, memerintahkan ruqyah, serta mengikrarkan pelakunya. Aisyah r.a. meriwayatkan:
“Nabi saw. menghembus (menyembur) kepada dirinya ketika sakit wafatanya dengan ta’awwudz, tatkala berat (sakitnya) maka kau menyembur kapadanya dengan ta’awwudz, dan aku menyapu tangannya pada dirinya sendiri karena keberkahannya.” (HR. Muslim dan Abu Dawud)

MADU
Disebutkan di dalam Ash-Shahihain, dari Abu Sa’id Al-Khudry:
Ada seorang laki-laki menemui Nabi saw.seraya berkata, “sesungguhnya saudaraku mengeluh perutnya sakit.”Beliau bersabda, “minumi dia madu.”Maka orang itu beranjak pergi, kemudian kembali lagi, seraya berkata, “aku sudah meminuminya madu, tapi tidak ada perubahan apa-apa.”Beliau bersabda, “Minumi dia madu.”Orang itu beranjak pergi, kemudian kembali lagi dan mengatakan hal yang sama, hingga tiga atau empat kali dan beliau juga mengatakan hal yang sama. Akhirnya beliau bersabda, “Allah benar dan perut saudaramu itu yang tidak beres.
Madu merupakan makanan disamping berbagai macam makanan yang lain, merupakan obat disamping berbagai macam obat yang lain, merupakan minuman disamping berbagai minuman yang lain, merupakan pemanis disamping berbagai macam pemanis lain, merupakan sesuatu yang disenangi disamping berbagai macam hal yang disenangi. Tidak ada sesuatu yang diciptakan bagi kita yang baik dari pada madu, tidak ada yang menyerupai dan mendekatinya. Rasulullah saw. Biasa meminumnya dengan campuran air sebelum makan. Yang demikian ini merupakan rahasia untuk menjaga kesehatan, yang tidak diketahui kecuali oleh orang yang pandai.
Di dalam Sunan Ibnu Majah disebutkan secara marfu’ dari hadits Abu Hurairah, “Siapa yang meminum madu tiga kali tenggakan pada pagi hari setiap bulan, maka dia tidak akan terkena penyakit yang parah.”
Manfaat madu sudah digunakan sebagai obat alamiah yang sangat manjur sejak ribuan tahun yang lalu. Sejarah penggunaan madu boleh dikatakan dimulai sejak sejarah manusia itu sendiri. Madu adalah keajaiban yang diberikan alam kepada manusia, cairan kental ini berasa manis dan banyak mengandung vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Sampai saat ini, orang-orang masih menggunakan manfaat madu untuk menjaga kesehatan atau sebagai obat alami.
Salah seorang ahli bedah Ingris dari Trafford General Hospital menegaskan bahwa di tengah-tengah operasi bedahnya, ia membuktikan bahwa madu lebah dapat membantu regenerasi tulang serta mempercepat kesembuhan luka bahkan menghilakan bekas-bekasnya. Dr. Abdul Aziz Ismail, salah seorang ahli kedokteran, mengatakan,” Madu lebah merupakan senjata bagi dokter terhadap sebagian besar penyakit. Seiring dengan kemajuan ilmu medis, peran madu semakin bertambah luas, berkebalikan dengan apa yang diremehkan oleh orang-orang.”
Saat ini, madu dapat digunakan sebagai pengobatan pada mulut, bawah kulit, pembulu darah, dan suntikan di pantat. Madu juga dapat digunakan untuk menetralkan keracunan yang timbul karena berbagai penyakit pada organ tubuh, seperti: keracuna air kencing yang diakibatkan oleh penyakit dalam hati, lambung, dan usus. Juga dapat digunakan pada penyakit demam, campak, berbagai kasus sesak napas, kemacetan otak, tumor otak, dan berbagai penyakit yang lain. Seluruh riset modern sepakat mengategorikan madu lebah sebagai salah satu makanan terpenting yang efektif dalam mengobati bebagai penyakit. Selain itu, ia merupakan obat penyembuh bagi manusia.
Tafsir surat An-Nahl ayat 69 | Tafsir Mufid bin Djamal Dahlan
kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan (QS An Nahl: 69)

BEKAM
Bekam atau Al-Hijamah berasal dari bahasa Arab yaitu hajama, yang berarti menghisap dan hijama yang artinya pelepasan darah kotor. Kata kerjanya adalah hajama-yahjimu-yahjumu. Al-Hajam adalah orang yang menghisap lubang alat bekam. Mihjam dan mihjamah artinya alat bekam, bisa alat untuk menghisap darah, untuk mengumpulkan darah, maupun untuk menyayat dalam proses pembekaman.
Tentang berbekam, disebutkan di dalam Ash-Shahihain, dari hadits Thawus, dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi saw. Pernah meminta untuk dibekam dan memberikan upah kepada orang yang membekam beliau. Beliau brsabda:
“Sebaik-baik pengobatan yang kalian lakukan adalah berbekam.”(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Abu Nu’aim menyebutkan di dalam kitab Ath-Thibbun-Nabawy sebuah hadits marfu’, Hendaklah kalian bebekam dibagian tengah tengkuk, karena hal ini dapat menyembuhkan lima macam penyakit. Salah satu diantaranya penyakit kusta.” Dalam hadits lain disebutkan, dapat menyembuhkan tujuh puluh dua penyakit.
Rahasia umum tentang mekanisme kesembuhan yang diperoleh dari praktik bekam terletak pada dibersihkannya tubuh dari darah rusak yang menghambat berjalannya fungsi-fungsi dan tugas-tugas tubuh secara sempurna, sehingga tubuh menjadi mangsa empuk bagi berbagai penyakit.
Untuk mengungkap makna kalimat ini membersihkan tubuh dari darah rusak, sebuah tim laboratorium telah meneliti darah yang keluar dari titik-titik bekam (yaitu dari tengkuk) secara laboratoris dan mengkomparasikannya dengan darah pembuluh biasa pada sejumlah besar orang yang telah dibekam berdasarkan prinsip-prinsip bekam yang benar, serta darah tersebut dilihat dari hasil penelitian laboratorium darah terhadap darah bekam.

Pengobatan yang dilakukan secara tidak syar'i antara lain:
BERLINDUNG ATAU MINTA BANTUAN KEPADA JIN
Pengobatan dengan memanfaatkan jasa dari makhluk ghaib termasuk pengobatan yang diharamkan dalam syariah Islam. Sebab seorang muslim tidak diizinkan meminta bantuan jin, apalagi untuk pengobatan.
Tafsir surat Al-Jinn ayat 6 | Tafsir Mufid bin Djamal Dahlan
Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jinjin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.(QS. Al-Jin : 6)

MENYEMBELIH UNTUK SELAIN ALLAH
Tindakan ini misalnya termasuk perhiasan tukang sihir kepada orang yang hendak berobat kepadanya, yakni orang yang diganggu setan dan yang kena sihir, ia menggantungkan penyembuhan dengan menyuguhkan taqarrub kepada jin. Caranya adalah dengan menyuguhkan penyembelihan kepada jin dan mereka menganggap hal tersebut sebagai sikap suka rela antara dua belah pihak dengan harapan agar jin menghilnagkan penyakitnya. Penyembelihan tersebut termasuk haram dan syirik dan tidak diperbolehkan melakukannya, meskipun dapat mendatangkan penyembuhan, karena hal itu merupakan ketaatan kepada setan, meskipun penamannya tidak begitu. Allah SWT.berfirman:
Blog Copas #1: Bacaan, artinya, tafsir, serta kandungan Al-An'am ...
Katakanlah (Muhammad): ”Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam, tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri (muslim).” (Q.S. al-An‘am ayat 162–163).

Dalam as-Sunnah, Ali bin abu Thalib r.a. berkata bahwa Rasulullah saw.bersabda:
ya: “Allah melaknat orang yang menyembelih bukan karena Allah, Allah melaknat orang yang mengutuk kedua orang tuanya, allah melaknat orang yang melindungi orang yang mengada-ada dalam agama, Allah melaknat orang yang mengubah tanda batas tanah.” (HR. Muslim dan an- Nasa’i)

Peran dan Karakter Perawat Muslim

Fakultas Ilmu Kesehatan Univ. Muhammadiyah Magelang


Dahulu masyarakat indonesia mengenal sosok perawat sebagai sosok yang menakutkan, sadis, sombong dll. Saat ini pun masih ada yang seperti itu.
Lulusan D3 maupun S1 Keperawatan diharapkan menjadi perawat yang berakhlak baik/mulia.

Kriteria Akhlak Mulia
Nabi Saw. Telah mengangkat kedudukan akhlak mulia dan menjelaskan bahwa sebaik baik bekal hamba kepada Tuhan-Nya pada hari kiamat adalah akhlak mulia, dan sesuatu yang paling berat dalam timbangan orang mukmin adalah akhlak mulia.
Abu Darda’ meriwayatkan bahwa nabi saw. Bersabda:
“Sesuatu yang paling berat dalam timbangan adalah akhak mulia.”
Jika berakhlak mulia, persoalan-persoalan yang sulit akan menjadi mudah, hati yang keras akan segera menjadi lembut, banyak orang yang akan mencintainya dan musuhpun berkurang. Ketahuilah bahwa akhlak yang jelek membuat sial pelakunya, menyebabkan turunnya siksaan Allah di dunia sebelum siksaannya di akherat.

Sedangkan kriteria orang yang berakhlak mulia adalah sebagai berikut :
1. Tawadhu (bersikap rendah hati)
Tawadhu adalah bersikap rendah hati, lemah lembut, dan menerima kebenaran dari siapa saja. Allah Swt. Telah menyuruh Nabi-Nya Saw. Untuk bersikap rendah hati kepada orang yang beriman. (QS. Asy-syu’ara’[26]: 215) dan (QS. Al-Furqan [25]: 63

2. Mengalah dan mengutamakan Orang lain
Allah memuji kaum anshor dengan sifat mengutamakan orang lain. Dan ketika bersikap mengutamakan orang lain maka akan hidup bahagia, dan mati insya allah dalam keadaan mulia. (QS. Al-Hasyr[59]: 9)

3. Bersabar (Al-Hilm)
Sikap sabar merupakan sesuatu yang mulia dan merupakan sifat terpuji, yang dengannya Allah Swt. Membedakan antara manusia dengan binatang adalah sifat sabar ketika marah. Dan ini bukan sesuatu yang aneh, sifat sabar adalah penghulu dari segala kemuliaan dan sumber segala kebaikan serta sumber segala ketenangan.
Sabar adalah sebuah sifat yang apabila berpegang padanya, maka akan mendapat cinta Allah dan Allah juga akan menaruh cinta kepada setiap hati bagi orang yang sabar.
Rassulullah ketika berkata kepada Asyaji’Abdil Qais, “Sesunggguhnya pada diri kamu terdapat dua hal yang sangat dicintai Allah dan Rasul-Nya, yaitu sifat sabar dan bersikap tidak terges-gesa.”

4. Berserah diri kepada Allah
Berserah diri kepada Allah (Tawakal) adalah menyerahkan persoalanan kepada Allah, percaya penuh dengan memandang positif pada yang diperintahkan.
Allah Swt. Telah menetapkan, Dia akan mencukupi seluruh keperluan orang yang bertawakal kepada-Nya, Dia pasti memberi petunjuk kepada orang yang beriman kepada-Nya. Dia pasti membalas orang yang meminjamkan kebaikan. Dia akan meyelamatkan orang yang percaya penuh kepada-Nya. Dia pasti mengabulkan Doa orang yang berdoa kepada-Nya. (QS. Ath-Thalaq[65]: 3

5. Bersikap jujur (Ash-shidhq)
Kejujuran adalah salah satu sifat mulia yang dapat mengantarkan Ahlak mulia.  (QS. At-Taubah[9] : 119)
Kejujuran merupakan dasar utama dalam perkataan dan pembicaraan, begitu halnya dalam perbuatan. Jika dia menghadap dengan benar, istiqomah, dan ikhlas, maka disitulah kejujuran dalam ketaatan, yaitu menjadi keyakinan dan kebajikan sebagai bukti ketaatan.
Kejujuran selalu menyelamatkan dari kehancuran, sedangkan kebohongan senantiasa melempar kedalam lubang kehancuran. Kejujuran sebagai pusat kepercayaan dari setiap yang dikatanan atau yang dilakukan. Sebaliknya kebohongan membuat tidak pernah diperaya pada setiap hal yang dikatakan.

6. Menepati janji (Al-Wafa’)
Menepati janji identik dengan menjaga perjanjian, yaitu menyempurnakan janji dan syaratnya.
Alquran telah berbicara tentang kemuliaan menepati janji ini dalam berbagai tempat. Barangkali kedudukan menepati janji yang termulia adalah ketia Allah menyifati Zat-Nya yang suci dengan wafa (menepati janji) Allah berfirman. (QS. At-Taubah [9] : 111)

Kewajiban bagi perawat muslim
Perawat adalah unsur utama dalam kegiatan Rumah sakit terutama dalam perawatan dan  pertolongan pasien, dan merekalah yang paling dekat kepada pasien dan pengunjung rumah sakit lainnya.
Perawat sebagai seorang muslim, tidak boleh melepaskan diri dari tugas dan kewajibannya menegakan dan menjungjung tinggi Agama islam; Dengan kata lain Perawat tidak terlepas dari pada tugas dan kewajiban melaksankan da’wah islamiyah sesuai dengan kemampuannya di dalam bidangnya masing-masing.

 Adapun tugas dan kewajiban seorang perawat muslim adalah :
1. Melaksanakan tugas dengan tulus ikhlas karena Allah semata:
– Merawat pasien hendaklah diniati untuk pengabdian (ibadah) QS.Albayyinah, 5
– Benar-benar dengan niat yang ikhlas untuk beramal. Karena amal yang diterima Allah hanyalah amal yang didasarkan pada keikhlasan. HR. Abu Dawud & Nasa’idari abi umamah.
– Tidak mengharapkan balasan atau pujian. QS.Ad Dahr 8-9
– Selalu optimis akan berhasil dalam tugasnya dengan baik. HR.Al-Khatib dari Anas bin malik

2. Bersifat penyantun
– Orang yang penyantun ialah yang halus perasaannya, lekas dapat merasakan kesukaran orang lain, dan bisa bersikap menyesuaikan diri bila ia berhadapan dengan orang yang ditimpa musibah dan cepat memberi pertolongan, karena cepat mengerti kebutuhan orang lain yang dihadapinya. QS.Al-Baqarah, 45
– Perawat harus yakin bahwa rahmat Allah selalu dekat kepada orang yang berbuat santun. QS.Al-A’raf, 56
– Tutur katanya lemah lembut kepada siapa saja terutama kepada pasien, rela dan cepat memaafkan kesalahan orang lain. Karena memberi maaf kepada orang lain itu adalah lebih utama dari memberi shadfaqah atau harta benda kepadanya. QS.Al-Baqarah 263
– Hanya orang penyantunlah yang disantuni pula oleh Allah yang maha penyantun. HR.Tirmidzi dan Abu Dawud

3. Ramah tamah berdasarkan ukhuwah dalam pergaulan, kapan dan dimana ia berada, terutama terhadap pasien dan orang-orang yang dho’if (lemah/miskin).HR. Bukhori Muslim dan Turmudzi
– Ketahilah bahwa bermuka manis kepada orang yang sedang menderita sakit adalah merupakan sebagian dari pada pengobatan. QS.Al-Imran, 159
– Dan ketahuilah bahwa yang bisa meringankan penderitaan orang sakit, bukanlah harta benda, akan tetapi wajah yang berseri-seri dan budi perkerti yang baik. HR.Ibnu Ja’la disyahkan oleh Hakim dari Abi Hurairah.

4. Sabar dan tidak lekas marah
– Penyabar dan pemaaf adalah salah satu dari budi pekerti yang luhur, yang sangat penting dipelihara. QS.Asy-Syura, 43
– Walaupun semua pasien membutuhkan pertolongan dan kasih sayang, tetapi tidak semua pasien menunjukan perasaan kasih sayang, bahkan tidak kurang adanya pasien yang justru yang menjengkelkan dan tidak menunjukan simpati sama sekali. Akan tetapi melayaninya dengan sabar adalah perbuatan yang terpuji disisi Allah . HR.Tirmidzi dari Abu Huraira
– Sebaik-baik senjata perawat adalah bersabar dan berdo’a. HR.Dailami dari Ibnu Abbas

5. Harus tenang dan tidak tergopoh-gopoh
– Jiwa orang sangat membutuhkan ketenangan dan ketentraman, jauh dari pada suara-suara yang keras, gerakan-gerakannya yang hiruk pikuk dan gaduh. Disamping itu tugas-tugas perawat itu sendiri membutuhkan keteangan dan perhatian yang sungguh-sungguh. Oleh sebab itu maka perawat harus memiliki sifat yang tenang, berhati-hati dan menghindari gerakan-gerakan yang bisa menimbulkan suara-suara keras dan gaduh. HR.Thabrani dari Baihaqi dari abu Musa
– Orang yang melaksanakan pekerjaan dengan tenang dan hati-hati, Allah akan memudahkan pekerjaan itu baginya dan akan terhindar dari pada pelbagai kesukaran dan kekeliruan. HR. Bukhari

6. Cepat, Cermat, teliti dan lincah
– Pekerjaan perawat cukup ruwet dan sulit. Oleh sebab itu maka perawat hendaklah senantiasa teliti dan berhati-hati dalam menunaikan tugasnya
– Apabila menghadapi suatu persoalan yang meragukan atau kurang jelas maka lebih baik ditanyakan lebih dahulu kepada yang lebih mengerti. Sebab pekerjaan yang dilakukan dengan ragu-ragu, lebih besar kemungkinan akan menimbulkan bahaya. HR.Ibnu Sa’ad Atha’

7. Patuh dan disiplin
 Perawat harus patuh pada petunjuk atasannya baik lisan maupun tulisan
– Perawat harus disiplin dalam menunaikan tugasnya agar bisa dilaksankan dengan tertib dan teratur
– Mematuhi dan melaksanakan petunjuk atasan tanpa membantah sekalipun kurang menyenangkan, selama petunjuk itu tidak menyelahi ajaran islam, norma-norma kemanusiaan maupun etika perawat.

8. Bersih dan menjaga kebersihan, rapih, baik jasmani maupun rohani:
– Rohani atau jiwa perawat hendaknya selalu  bersih dan suci dari sifat-sifat dengki, sentimen, sombong dan lain-lain sifat yang tidak baik. Sebab hanya dengan jiwa yang bersih dan sucilah akan memancar sifat-sifat yang terpuji, sikap yang baik dan ucapan yang menyenangkan. HR. Bukhori
– Tubuh dan pakaian perawat harus selalu bersih, rapih, sederhana dan tidak berlebih-lebihan dalam berhias. HR. Bokori Muslim dan Abu Dawud

9. Kuat menyimpan rahasia
 Penyakit adalah salah satu aib bagi orang yang sakit. Ada beberapa macam penyakit yang merupakan aib yang sangat dirahasiakan oleh penderitannya. Yang banyak mengetahui penyakit seseorang ialah Dokter dan Perawat. Agama islam tidak membenarkan seseorang membuka aib orang lain. Oleh sebab itu Perawat tidak boleh membuka rahasia orang yang dirawatnya kepada orang lain. QS. Al-Mudatsir 4.
– Orang yang suka menyiarkan atau menyebut-nyebut rahasia orang lain. Allah mengancam dengan siksaan yang sangat pedih, baik di Dunia maupun diakherat kelak. HR. Turmudzi dan Sa’ad
– Perawat harus bersifat jujur dan bertanggung jawab atas segala tindakannya:
a. Berbahagialah orang yang dapat memelihara amanat dan menepati janjinya.HR. Abu Dawud
b. Tugas dan kewajiban yang dibenarkan kepada Perawat adalah amat yang wajib ditunaikan. QS. Al-Mukminun, 8.
c. Jujur dapat dipercaya, suka berterus terang, selalu menepati janji adalah sikap terpuji yang dimiliki oleh Perawat. QS. Al-Maidah, 1

Sifat Perawat Muslim
“Maukah kalian meminta orang-orang yang tidak akan disentuh api neraka atau orang yang tidak akan masuk neraka, mereka adalah setiap orang yang memiliki sifat hayyin, layyin, qaribin, sahlin.” (HR. At-Tirmidzi)
1. Hayyin
Hayyin artinya tawadu’ atau rendah hati. Dalam Al-Quran Allah Swt. berfirman: “Mengenai hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan hati yang rendah dan orang-orang yang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucap ‘salam’.” (QS. Al-Furqan: 63)

2. Layyin
Layyin artinya lemah lembut. Bertutur kata atau berbicara dengan kata yang lemah lembut. Jika kita perhatikan bagaimana Islam memadukan sifat lemah lembut dengan ketegasan ini menunjukkan akhlak dalam Islam yang sempurna.
Dari Abu Syuraih, ia berkata kepada Rasulullah Saw., “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah suatu amalan yang dapat memasukkanku ke dalam surga.”
Beliau bersabda, “Di antara sebab mendapatkan ampunan Allah adalah menyebarkan salam dan bertutur kata yang baik.”

3. Qaribin
Qaribin dalam Bahasa Indonesia adalah karib yaitu dekat, akrab, tidak jaim dan mudah bergaul. Orang yang baru kenal dengan Rasulullah, ia langsung bisa akrab dan tidak canggung karena sifat Nabi yang begitu akrab.

4. Sahlin
Sahlin berarti mudah. Allah berfirman: “Siapa yang mau membantu saudaranya di dunia, maka Allah akan memudahkan urusan-urusannya di akhirat.”
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw. bersabda: “Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Barang siapa yang menutupi aib seorang mukmin, pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu suka menolong saudaranya.” (HR. Muslim)


Tidak terbatas hanya pada saat dia melaksankan tugasnya, karena akhlak tersebut merupakan sebagian dari akhlak pribadi Muslim/muslimah.


Pulseless Electrical Activity (PEA) dan Asistol

PEA merupakan irama jantung yang bukan ventrikel fibrilasi (VF), bukan ventrikel takikardi dan bukan asistol pada pasien tanpa nadi. B...