Senin, 24 Februari 2020

Pentingnya tenaga profesional kesehatan mental di Sekolah

Hasil gambar untuk kesehatan mental di sekolah
Kesehatan mental yang baik sangat penting untuk keberhasilan anak-anak di sekolah dan masyarakat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa siswa yang menerima dukungan sosial-emosional dan kesehatan mental mencapai akademik yang lebih baik. Iklim sekolah, perilaku di ruang kelas, pembelajaran di tempat kerja, dan kesejahteraan siswa semuanya meningkat juga. Kesehatan mental bukan hanya tidak adanya penyakit mental tetapi juga meliputi kesehatan sosial, emosional, dan perilaku serta kemampuan untuk mengatasi tantangan hidup. Jika tidak terpenuhi, masalah kesehatan mental bisa saja muncul seperti masalah akademik dan perilaku, putus sekolah, dan kenakalan anak.
Menurut The U.S. Department of Health and Human Services, satu dari lima anak dan remaja mengalami masalah kesehatan mental selama masa sekolah mereka. Contohnya termasuk stres, kecemasan, penindasan atau bullying, masalah keluarga, depresi, ketidakmampuan belajar, dan penyalahgunaan alkohol dan zat. Serta muncul masalah kesehatan mental yang serius, seperti perilaku yang merugikan diri sendiri dan bunuh diri terus meningkat.
Sekolah adalah tempat yang ideal untuk memberikan layanan kesehatan mental kepada anak-anak dan remaja. Hampir setiap komunitas memiliki sekolah dan kebanyakan anak menghabiskan setidaknya 6 jam sehari di sana. Sekolah sudah seharusnya menawarkan konteks ideal untuk pencegahan, intervensi, perkembangan positif, dan komunikasi rutin antara sekolah dan keluarga. Pekerja profesional yang diminta bekerja di sekolah seperti psikolog, pekerja sosial sekolah, dan perawat sekolah mengenal siswa, orang tua, dan staf lainnya, yang berkontribusi pada aksesibilitas layanan. Bahkan, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa siswa lebih cenderung mencari konseling ketika layanan tersedia di sekolah. Namun masih banyak juga yang tidak memanfaatkan layanan tersebut. Di negara kita malah lebih banyak berasumsi bahwa yang ke guru bimbingan dan konseling (BK) merupakan anak yang nakal.
Layanan kesehatan mental sekolah sangat penting untuk menciptakan dan mempertahankan sekolah yang aman. Peningkatan akses ke layanan kesehatan mental dan dukungan di sekolah sangat penting untuk meningkatkan keamanan fisik dan psikologis siswa dan sekolah, serta kinerja akademik dan keterampilan memecahkan masalah. Dukungan kesehatan mental di sekolah yang mencakup pembelajaran sosial-emosional, kesehatan mental, ketahanan, dan koneksi positif antara siswa dan orang lain sangat penting untuk menciptakan budaya sekolah di mana siswa merasa aman dan diberdayakan untuk melaporkan masalah keselamatan, yang terbukti menjadi salah satu yang paling penting. Strategi keamanan sekolah yang efektif. Selain itu, setelah krisis, para profesional kesehatan mental yang dipekerjakan di sekolah memberikan dukungan yang memfasilitasi kembali ke keadaan normal, berkelanjutan, dan dapat membantu mengidentifikasi dan bekerja dengan siswa dengan kebutuhan yang lebih intens atau berkelanjutan.
Sangat diharapkan tenaga profesional kesehatan mental di sekolah mampu untuk melakukan deteksi dini terkait perubahan pada siswa-siswanya.
WHO menyatakan bahwa terdapat beberapa tanda yang harus diwaspadao oleh guru atau tenaga profesional kesehatan mental di sekolah, antara lain:
1. Siswa mengkespresikan pikira, perassan atau rencana untuk mengakhiri hidup termasuk melalui cerita atau gambar
2. Perubahan secara tiba-tiba dalam kinerja di kelas
3. Perubahan suasana hati misal menjadi pendiam dan sering menangis
4. Mengekpresikan putus asa
5. Perubahan perilaku dan menarik diri dari orang sekitar termasuk kehilangan minat dalam kegiatan di sekolah
6. Sering konflik dengan teman atau sswa lain
7. Sering tidak hadir atau bolos sekolah
8. Diketahui menggunakan alkohol atau obat terlarang
Dan kalau guru atau tenaga profesional menemukan tanda tanda tersebut, segera mungkin untuk melakukan pendekatan dan bisa terapi lebih lanjut.

Jaga masa depan anak-anak kita sebagai penerus bangsa

Kamis, 20 Februari 2020

Sesuatu tentang "Bullying"



Masih dalam ingatan seorang perempuan di sekolah X mendapatkan perlakuan tidak selayaknya dari beberapa teman lelakinya (mungkin bisa dikatakan bukan teman kalau sampai melakukan hal tersebut).
Hal tersebut sering kita dengar dengan “Bullying”
Definisi Bullying
Intimidasi atau lebih kerennya dikenal dengan "Bullying" menggambarkan ketidakseimbangan kekuasaan atau kekuatan, di mana pelaku menggunakan kekuatan yang lebih besar untuk berulang kali menyebabkan kerugian bagi korbannya secara langsung maupun tidak langsung. Jadi kalo kekuatan tersebut seimbang bukan merupakan bullying.
Agresi atau perilaku dari bullying tersebut dapat berupa:
1.   Agresi fisik
Perilaku dalam agresi fisik dapat berupa memukul, menendang, mencubit, mendorong, atau menyerang orang lain.
2.   Agresi verbal
Berupa penggunaan kata-kata untuk menyakiti orang lain dengan menyebut nama, menghina, membuat komentar seksual atau fanatik, ejekan keras, ejekan, meniru, atau ancaman verbal.
3.  Agresi relasional
Memanipulasi hubungan sehingga seseorang diabaikan atau dikecualikan.
4.   Cyberbullying
Merupakan bullying yang terbaru karena semakin berkembangnya teknologi, internet dan media sosial. Pada intinya korban terus menerus mendapatkan pesan negative dari pelaku bullying baik dari sms, pesan di internet dan media sosial lainnya.
Bentuknya berupa:
  • Mengirim pesan yang menyakitkan atau menggunakan gambar
  • Meninggalkan pesan voicemail yang kejam
  • Menelepon terus menerus tanpa henti namun tidak mengatakan apa-apa (silent calls)
  • Membuat website yang memalukan bagi si korban 
  • Si korban dihindarkan atau dijauhi dari chat room dan lainnya
  • “Happy slapping” – yaitu video yang berisi dimana si korban dipermalukan atau di-bully lalu disebarluaskan
Peran dalam Bullying
Peran-peran yang terlibat dalam bullying meliputi:
1.   Bullies (pelaku bullying)
Pelaku bullying biasanya agresif baik secara verbal maupun fisik, ingin terkenal, sering membuat onar, mencari-cari kesalahan orang lain, pendendam, iri hati, hidup berkelompok dan menguasai kehidupan sosial di sekolahnya. Selain itu pelaku bullying juga menempatkan diri di tempat tertentu di sekolah atau di sekitarnya, merupakan tokoh popular di sekolahnya, gerak geriknya sering kali dapat ditandai dengan sering berjalan di depan, sengaja menabrak, berkata kasar, dan menyepelekan/ melecehkan.
2.   Victim (korban)
Seseorang yang sering menjadi target dari perilaku agresif, tindakan yang menyakitkan dan hanya memperlihatkan sedikit pertahanan melawan penyerangnya.
Korban bullying biasanya merupakan seseorang yang baru di suatu lingkungan, anak termuda di sekolah, biasanya yang lebih kecil, terkadang ketakutan, mungkin tidak terlindung, anak yang pernah mengalami trauma atau pernah disakiti sebelumnya dan biasanya sangat peka, menghindari teman sebaya untuk menghindari kesakitan yang lebih parah, dan merasa sulit untuk meminta pertolongan. Selain itu juga anak penurut, anak yang merasa cemas, kurang percaya diri, mudah dipimpin dan anak yang melakukan hal-hal untuk menyenangkan atau meredam kemarahan orang lain, anak yang perilakunya dianggap mengganggu orang lain, anak yang tidak mau berkelahi, lebih suka menyelesaikan konflik tanpa kekerasan, anak yang pemalu, menyembunyikan perasaannya, pendiam atau tidak mau menarik perhatiaan orang lain, pengugup, dan peka.
Selanjutnya korban merupakan anak yang memiliki ciri fisik yang berbeda dengan mayoritas anak lainnya, dan anak dengan ketidakcakapan mental dan/atau fisik, anak yang memiliki ADHD (attention deficit hyperactive disorder) mungkin bertindak sebelum berpikir, tidak mempertimbangkan konsekuensi atas perilakunya sehingga disengaja atau tidak menggangu bully, anak yang berada di tempat yang keliru pada saat yang salah. ia diserang karena bully sedang ingin menyerang seseorang di tempat itu pada saat itu juga.
3.   Bully-victim
Yaitu pihak yang terlibat dalam perilaku agresif, tetapi juga menjadi korban perilaku agresif.
4.   Neutral
Pihak yang tidak terlibat dalam perilaku agresif atau bullying. Biasanya sebagai penonton saja.

Faktor Penyebab Terjadinya Bullying
Penindasan atau bullying dapat terjadi dari beberapa faktir yang mempengaruhinya.
1.   Keluarga
Pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah: orang tua yang sering menghukum anaknya secara berlebihan, atau situasi rumah yang penuh stress, agresi, dan permusuhan. Anak akan mempelajari perilaku bullying ketika mengamati apa yang terjadi pada orang tua mereka, dan kemudian meniru ke teman-temannya.
2.   Sekolah
Masih banyak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini. Akibatnya, anak-anak sebagai pelaku bullying akan merasa bebas tanpa ada tekanan yang kuat untuk melakukan intimidasi terhadap anak lain.
3.   Faktor Kelompok Sebaya.
Anak-anak ketika berinteraksi dengan teman di sekitar rumah atau sekolah, kadang kala terdorong untuk melakukan bullying. Beberapa anak melakukan bullying dalam usaha untuk membuktikan bahwa mereka bisa masuk dalam kelompok tertentu, meskipun mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut. Dan ada juga yang berasumsi “daripada saya yang dibully mendingan ikut membully.
4.   Kondisi lingkungan sosial
Kondisi lingkungan sosial dapat pula menjadi penyebab timbulnya perilaku bullying. Salah satu faktor lingkungan social yang menyebabkan tindakan bullying adalah kemiskinan. Mereka yang hidup dalam kemiskinan akan berbuat apa saja demi memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga tidak heran jika di lingkungan sekolah sering terjadi pemalakan antar siswanya.
5.  Tayangan televisi dan media cetak
Televisi dan media cetak membentuk pola perilaku bullying dari segi tayangan yang mereka tampilkan. Survey yang dilakukan kompas (Saripah, 2006) memperlihatkan bahwa 56,9% anak meniru adegan-adegan film yang ditontonnya, umumnya mereka meniru geraknya (64%) dan kata-katanya (43%).

Dampak Bullying
Bullying mempunyai dampak tidak hanya ke korban saja, namun bisa ke pelaku atau ke saksi ketika bullying terjadi.
1.  Bagi korban
Korban bullying biasanya bukan pemberani, memiliki rasa cemas dan rendah diri. Berikut beberapa dampak bagi korban:
  • Mempengaruhi konsentrasi (baik konsentrasi belajar atau konsentrasi bekerja)
  • Mempengaruhi prestasi
  • Menghindari tempat terjadinya bully (sekolah atau tempat kerja)
  • Muncul masalah fisik (luka di tubuh, sakit kepala bahkan bisa mengakibatkan cacat seumur hidup)
  • Muncul perilaku menarik diri dari lingkungan sosial
  • Marah (baik pada dirinya sendiri atau pelaku bullying)
  • Menjadikan korban minder atau harga diri rendah
  • Masalah kesehatan mental (ketakutan, susah tidur dan susah makan, mimpi buruk, rentan stress, depresi dan bahkan ada yang bunuh diri)

2.  Bagi pelaku
Dampak bagi pelaku Bullying biasanya mereka merasa memiliki kekuasaan dan memiliki rasa kepercayaan diri yang tinggi, dan merasa paling kuat. Di khawatirkan bisa terus-menerus dilakukannya di lingkungan dimana dia berada.
Beberapa dampak bagi pelaku:
  • Tidak dapat mencipatkan hubungan yang harmonis
  • Tidak memiliki empati
  • Menganggap dirinya yang paling kuat
  • Memandang orang lain lebih rendah 


3.   Dampak bagi saksi pembullyian
  • Merasa cemas
  • Mendekati pelaku untuk ikut-ikutan membully
  • Takut suatu saat menjadi korban
  • Mengalami trauma
  • Membenci lingkungan
Upaya mengatasi bullying
Dalam rangka mencegah bullying, banyak pihak telah menjalankan program dan kampanye anti bullying di sekolah-sekolah, baik dari pihak sekolah sendiri, maupun organisasi-organisasi lain yang berhubungan dengan anak. Namun, pada nyatanya, bullying masih kerap terjadi.
Pencegahan 
Dilakukan secara menyeluruh dan terpadu, dimulai dari anak, keluarga, sekolah dan masyarakat. 
1) Pencegahan melalui anak dengan melakukan pemberdayaan pada anak agar:
  1. Anak mampu mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya bullying 
  2. Anak mampu melawan ketika terjadi bullying pada dirinya 
  3. Anak mampu memberikan bantuan ketika melihat bullying terjadi (melerai/mendamaikan, mendukung teman dengan mengembalikan kepercayaan, melaporkan kepada pihak sekolah, orang tua, tokoh masyarakat)


2) Pencegahan melalui keluarga, dengan : 
  1. Menanamkan nilai-nilai keagamaan dan mengajarkan cinta kasih antar sesama 
  2. Memberikan lingkungan yang penuh kasih sayang sejak dini dengan memperlihatkan cara beinterakasi antar anggota keluarga. 
  3. Membangun rasa percaya diri anak, memupuk keberanian dan ketegasan anak serta mengembangkan kemampuan anak untuk bersosialiasi 
  4. Mengajarkan etika terhadap sesama (menumbuhkan kepedulian dan sikap menghargai), berikan teguran mendidik jika anak melakukan kesalahan 
  5. Mendampingi anak dalam menyerap informasi utamanya dari media televisi, internet dan media elektronik lainnya.
3) Pencegahan melalui sekolah 
  1. Merancang dan membuat desain program pencegahan yang berisikan pesan kepada murid bahwa perilaku bully tidak diterima di sekolah dan membuat kebijakan “anti bullying”. 
  2. Membangun komunikasi efektif antara guru dan murid 
  3. Diskusi dan ceramah mengenai perilaku bully di sekolah 
  4. Menciptakan suasana lingkungan sekolah yang aman, nyaman dan kondusif. 
  5. Menyediakan bantuan kepada murid yang menjadi korban bully. 
  6. Melakukan pertemuan berkala dengan orangtua atau komite sekolah
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pemahaman anak mengenai perundungan (bullying), diantaranya:
1.  Memberitahu pada anak bahwa bullying tidak baik dan tidak dapat dibenarkan dengan alasan maupun tujuan apapun. Setiap orang layak diperlakukan dengan hormat, apapun perbedaan yang mereka miliki.
2. Memberitahu pada anak mengenai dampak-dampak bullying bagi pihak-pihak yang terlibat maupun bagi yang menjadi “saksi bisu”. 
3.  Mengenal cara-cara menghadapi bullying.
Anak-anak terutama yang beresiko menjadi korban bully dibekali pengetahuan dan keterampilan ketika mereka menjadi sasaran dari bullying agar dapat menghadapinya dengan aman tanpa menggunakan cara-cara yang agresif atau kekerasan.
Cara-cara tersebut dapat berupa
  • Mengabaikan pelaku
  • Menjauhi pelaku, atau menyampaikan keberatan mereka terhadap pelaku dengan terbuka dan percaya diri.
  • Memberi contoh atau teladan

Pulseless Electrical Activity (PEA) dan Asistol

PEA merupakan irama jantung yang bukan ventrikel fibrilasi (VF), bukan ventrikel takikardi dan bukan asistol pada pasien tanpa nadi. B...